Lensa Maluku, – Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag) Kabupaten Buru akan mengambil langkah serius dalam menertibkan distribusi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, khususnya minyak tanah.
Mulai pekan depan, operasi pengawasan akan dipimpin langsung oleh Kepala Dinas Deperindag, Moh. Natsir Waiulung, S.T.
Langkah ini diambil menyusul maraknya keluhan masyarakat dan sorotan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait penjualan minyak tanah yang tidak sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET).
Moh. Natsir Waiulung menegaskan bahwa pengawasan ini bertujuan untuk memastikan pangkalan menjual minyak tanah sesuai aturan.
Ia mengingatkan para pemilik pangkalan untuk menjaga nama baik agen dan dinas. “Kemarin DPR telah memanggil agen, Pertamina, dan kami dari Dinas Deperindag.
Kami mendapat teguran karena ulah pangkalan dalam melayani dan menjual minyak tanah tidak sesuai dengan HET. Sekali lagi, tolong jaga nama baik,” tegasnya.
Seksi Pengawasan, Ye Mat Assagaf, menambahkan bahwa harga eceran tertinggi untuk minyak tanah adalah Rp 5.000 per liter.
Ia mengimbau masyarakat untuk segera melaporkan jika ada pangkalan yang menjual di atas harga tersebut.
Assagaf juga menjelaskan bahwa kelangkaan yang terjadi saat ini disebabkan oleh kuota yang tidak diperbarui selama 20 tahun terakhir.
Menanggapi masalah kuota, Kadis Waiulung bergerak cepat dan terus melakukan pemantauan.
Setelah dilantik, ia langsung terbang ke Jakarta untuk mengusulkan penambahan kuota minyak tanah bagi Kabupaten Buru di Kantor BPH Migas dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Langkah proaktif ini diharapkan dapat mengatasi kelangkaan yang selama ini meresahkan warga.
Di sisi lain, warga juga turut memberikan masukan. Puthra Papkale, seorang warga Buru, berharap agar pangkalan dapat memprioritaskan penjualan bagi warga di sekitar kompleks terlebih dahulu sebelum melayani pembeli dari luar.
“Ini terbalik, orang dari luar kompleks dapat, sementara sebagian warga di dalam kompleks tidak kebagian,” keluhnya.
Idha Sahid, seorang aktivis peduli media sosial, menyoroti peran pengecer yang ia sebut sebagai penyebab utama mahalnya harga.
“Yang bikin harga mahal itu pengecer. Mereka antre beli Rp 25 ribu per jerigen, lalu mereka jual Rp 50 ribu per jerigen. Wajar kalau mereka jual Rp 30 ribu atau Rp 35 ribu, tapi ini sampai Rp 50 ribu,” ujarnya.
Meskipun demikian, Idha dan masyarakat kini merasa lega dan optimistis dengan tekad Kepala Dinas Waiulung untuk mengawasi langsung distribusi minyak bersubsidi.(LM-04)
Discussion about this post