Lensa Maluku,- Ketua Bawaslu Kabupaten Buru, Fathi Haris Thalib ikut merespon tuduhan miring kepada Kapolres Buru AKBP Sulastri Sukijang yang membawa lari kotak suara dari PPPK Waelata menuju KPU Buru di Namlea.
“Tuduhan atau fitnahan terhadap Kapolres Buru berkaitan dengan kejadian pergeseran logistik yang mengesankan seakan-akan itu dibawa kabur atau diintervensi oleh ibu Kapolres adalah tidak benar,” tangkis Ketua Bawaslu Kabupaten Buru, Fathi Haris Thalib dalam video singkat berdurasi 1 menit 31 detik yang diterima media ini Jumat (6/12/2024).
Yang sebenarnya, tegas Fathi Haris Thalib, tindakan kepolisian saat itu adalah pengamanan atas permintaan dari penyelenggara KPU .
Fathi menjelaskan, kalau waktu itu ia dengan Ketua KPU berkoordinasi dalam menyikapi situasi yang berkembang di Desa Waelo, Kecamatan Waelata , karena saat itu tidak kondusif.
Sehingga mereka membutuhkan pengamanan kotak suara dan perlu dilakukan pergeseran setelah selesai dilakukan rekapitulasi di PPK Waelata.
“Jadi bersama dukungan dari pak Dandim juga, Alhamdulillah kotak suara itu dapat digeser , sehingga hal-hal yang kami khawatirkan itu tidak terjadi,”ungkap Fathi.
“Sekali lagi kami apresiasikan kepada ibu Kapolres maupun pak Dandim, terima kasih atas kerjasamanya ya g selalu memback up penyelenggara dalam hal ini KPU maupun Bawaslu , sehingga sukses menyelenggarakan pelaksanaan pilkada secara demokratis,”demikian Fathi.
Sebelumnya Ketua KPU Kabupaten Buru, Walid Aziz telah duluan membantah, kalau Kapolres Buru cawe-cawe dengan membawa kabur kotak suara dari PPK Waelata ke Namlea.
Satu anggota DPRD Buru, Zainal Muhammad Ali yang menjadi saksi salah satu paslon di PPK Waelata juga menceritakan, bahwa saat itu rekapitulasi perhitungan suara sudah selesai di semua TPS dan masuk pada pencocokan data untuk mengisi data pada C hasil.
Saat itu, terjadi polemik akibat ada komplain dari saksi nomor 4 (Amanah), bahwa jangan mengisi data dahulu di TPS 2 Desa Debowae, karena mereka ada ajukan keberatan melaporkan ke pihak yang berwenang (Bawaslu/Gakumdu).
Sedangkan saksi yang lain protes seraya meminta pleno harus terus berlanjut. Harus pengisian dan tetap datanya harus diisi, dan kalau nanti keberatan ke Bawaslu keputusannya seperti apa nanti diikuti saja.
“Sudah pengisian data, tinggal para saksi membubuhi tanda tangan,”bener Zainal.
Namun menjelang magrib, situasi di luar lokasi pleno PPK sudah tidak kondusif. Orang berteriak, ada teriakan meminta ketua PPK dan ketua Panwascam untuk keluar.
“Situasi semakin ramai di luar, kita saksi tetap di dalam tidak berani keluar . Kita terancam juga keselamatannya, sehingga mau keluar makan saja kita takut. Nanti tengah malam ada suplai makanan baru kita bisa makan,”cerita Zaenal.
“Situasi itu memang mencekam, bahkan ada yang lempar batu dan terserempet petugas dan itu membuat kita tambah panik,”tambahkan dia.
Saksi mengetahui, sekitar Jam 01.00 Wit rombongan Kapolres tiba di PPK Waelata. Setelah itu logistik pilkada baru dapat digeser dari PPK menuju Namlea dengan kendaraan milik polisi.
“Menurut saya kehadiran Kapolres dan rombongan bukan intervensi tapi langkah pengamanan . Selama pleno yang berlangsung beberapa hari di Waelata , ibu Kapolres selalu datang untuk memantau situasi keamanan,”akui Zaenal.
Lantas, apa yang terjadi di TPS 2 Desa Debowae ? , awak media mendapatkan kesaksian ekslusif dari Ketua TPS , Ibu Mahmuda.
Menurut Mahmuda, masalah ini sudah Klir saat pleno rekapitulasi PPK Waelata. Tapi ada yang terus memaksa kehendak untuk membuka kotak suara yang seharusnya tidak perlu dilakukan .
Kejadian itu berawal saat pemilihan di TPS 2 Desa Debowae tanggal 27 Nopember lalu, saat ada dua warga pasangan suami-istri pemegang KTP Namlea mencoblos di Desa Waelata menggunakan DPTB.
Akui Mahmuda, suami istri ini mencoblos di TPS 2 pada siang hari di enjuri time. Dan pada saat itu tidak ada satupun yg berkeberatan saat di sore hari ketika perhitungan suara di TPS telah selesai.
Namun kemudian terungkap kalau pasangan suami istri pemegang DPTB itu harusnya mencoblos di TPS 1. Tapi keduanya tidak ke TPS 1 dan mencoblos di TPS 2.
Setelah kejadian itu, PPS mendatangi kedua pasangan suami istri ini guna bertanya alasan mencoblos di TPS 2 dan diperoleh jawaban kalau mereka tidak tahu lokasi TPS 1.
“Beliau cuma tahu TPS hanya di Balai Desa dan jarak tempuh dari rumahnya ke balai desa juga lebih dekat. Gitu saja sih dan beliau datangnya juga sudah siang,”ungkap Mahmuda.(S-15)
Discussion about this post