Lensa Maluku, – Para tokoh adat Maluku Utara yang terdiri dari Abdurahim Sibualamo, Hasim Sibualamo, Senayan Sibualamo, Said Sibualamo dan Arafat Tuara di Desa Simi geram, dengan sikap para politisi dan sebagian tokoh adat yang menjustifikasi adanya pelecahan adat Buru di desa Simi.
Hal tersebut disampaikan, Arafat Tuara, yang dipercayakan sebagai juru bicara, mengklarifikasi pemberitaan di salah satu media online buru selatan dan sejumlah informasi yang beredar di facebook.
Menurutnya, acara penjemputan Safitri Malik Soulisa saat lakukan kampanye di desa Simi beberapa waktu yang lalu itu, telah sesuai dengan adat istiadat yang diwariskan para leluhur mereka.
“Acara penjemputan, memakaikan lenso di kepala Ibu Safitri itu, sesuai dengan adat istiadat yang kami anut, itu warisan, petuah para tetua adat dari Maluku Utara” jelasnya
Menurutnya, Safitri Malik Soulisa merupakan darah bangsawan Maluku Utara, jadi berhak memakai lenso tersebut.
“Ibu Safitri itu bukan masiwang atau ipar, jika beliau ipar kami akan pasang lenso gendong, tapi karena beliau darah bangsawan jadi kami pakaikan lenso di kepala beliau” tuturnya
Lenso yang dipasang itu, merupakan lenso berlayar yang sesuai amanah yang diwariskan bisa dipakai oleh mereka yang memiliki darah bangsawan.
Ia berharap agar pihak-pihak yang tidak paham untuk tidak berkomentar terkait adat istiadat Maluku Utara.
“Kalu mereka tak paham sebaiknya diam, karena yang kami kerjakan ini adat Maluku Utara, kami tidak tambah atau kurangi, karena kami tahu resikonya, kami yang akan menanggung seluruh akibatnya, matipun kami siap” paparnya,
Lenso tersebut, lanjutnnya, merupakan lenso warisan dari Maluku Utara, bukan milik masyarakat adat Buru.
“Itu lenso Malut, bukan dari Buru, jadi jangan dipolitisir. Kami paham adat, yang kami buat ini milik kami, bukan milik basudara di Buru,” imbuhnya
Sementara itu, Abdurrahim Sibualamo, menambahkan, sebelum menyambut dan memakaikan lenso, para tokoh adat Malut mengkonfirmasi tentang kedatangan Safitri Malik Soulisa di rumah tua malut desa Simi.
“Sebelum lakukan ini, kami terlebih dahulu lakukan konfirmasi langsung ke Ibu Safitri tentang benar tidaknya melakukan kunjungan ke sini (Rumah Tua Malut) desa Simi,” ungkapnya,
Bapak Oya (sapaan akrab) menjelaskan, lenso yang dipakaikan pada Safitri Malik Soulisa murni lenso warisan Malut.
“Karena beliau perempuan, lenso itu kami ikat kebelakang, kalu saudara kami ini laki-laki maka kami ikat di depan. Bagi Soa di Buru tidak bisa, tapi bagi Kami itu bisa, karena Ibu Safitri merupakan darah bangsawan,” Tandasnya. (LM-02)
Discussion about this post