Lensa Maluku, – Warga Negeri Tengah – Tengah di Pulau Ambon, Maluku Tengah, mempunyai tradisi di Hari Idul Fitri 1441 H yakni Tapur.
Ditengah masa Pandemi Covid-19, tradisi ini tetap dilaksanakan dalam skala terbatas. Tidak lagi berkeliling kampung dan melibatkan warga dalam jumlah banyak.
Tapur sendiri adalah bahasa tradisional Desa Tengah Tengah untuk menyebut nampan, atau baki yang digunakan membawa makanan dan minuman.
Pelaksanaan tradisi Tapur di Negeri Tengah Tengah biasanya selalu ramai, karena tidak hanya warga setempat yang merayakannya, tak jarang warga dari desa-desa tetangga juga datang untuk menyaksikan acara tersebut.
Tradisi ini melibatkan saudara pela dan gandong (sistem kekerabatan antar beberapa kampung yang umumnya berbeda keyakinan) Negeri Tengah Tengah, yakni Desa Abubu, Kecamatan Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah, dan Negeri Hatusua, Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat.
Selain itu juga, keluarga-keluarga bermarga Lewaherilla dari Negeri Hutumuri, Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon yang mayoritas beragama Kristen.
Mereka selalu rutin hadir dalam pelaksanaan Tradisi Tapur. Di masa lalu mereka bahkan rela mendayung perahu dari kampungnya untuk bisa datang berbagi suka cita di Negeri Tengah Tengah.
Berjarak sekitar 32 kilometer dari Kota Ambon, Negeri Tengah Tengah yang berada dalam wilayah administrasi Kabupaten Maluku Tengah merayakan Idul Fitri 1 Syawal 1441 Hijriah pada 23 Mai 2020.
Proses perayaan Idul Fitri ditandai dengan pelaksanaan shalat Id berjamaah di Masjid An-Nikmah, dibawah pimpinan imam Abdul Haji Tuharea.
Selain shalat Id berjamaah, aktivitas keramaian yang melibatkan banyak orang dari luar Desa Tengahtengah ditiadakan, salah satunya adalah pawai hadrat dan arak-arakan mengantar makanan dalam tradisi tapur.
Kepala Pemuda Desa Tegahtengah, Abdul Gofar Tuharea mengatakan hal itu dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya penularan pandemi COVID-19.
Meniadakan arak-arakan pawai hadrat dan takbir dalam tradisi tapur merupakan keputusan bersama Saniri Desa Tengahtengah dengan para tokoh agama, masyarakat dan pemuda setempat.
“Tapur tetap dilaksanakan karena tradisi ini berkaitan dengan memberi makan negeri, ibaratnya setelah sebulan berpuasa maka hari ini kami makan, tapi tahun ini tanpa pawai hadrat dan takbir,” katanya.
Tidak hanya pawai yang ditiadakan, beberapa hari sebelumnya Desa Tengahtengah juga telah meminta saudara pela dan gandong mereka untuk tidak hadir dalam proses pelaksanaan tradisi tapur tahun ini.
Karena pemerintah desa setempat juga telah memberlakukan larangan masuk bagi orang luar ke wilayah mereka, setelah pemerintah daerah mengimbau untuk menjaga jarak sosial.
“Karena memang riskan, jadi kami sudah memberitahu saudara-saudara kami agar tidak datang ke sini tahun ini. Sedih juga tapi kami semua harus saling menjaga agar terhindar dari penularan corona,” ucap Abdul Gofar Tuharea. (LM-03)
Discussion about this post