Kasus pemalangan di SMP Negeri 05 Leksula di desa Mepa, Kabupaten Buru Selatan beberapa hari lalu bukan sekadar persoalan sengketa lahan.
Ia menjadi cermin bagaimana komunikasi, kepemimpinan, dan nilai lokal kebersamaan di masyarakat.
Sekolah adalah ruang publik yang dibangun bukan hanya antara guru dan murid, tapi juga masyarakat yang ada di sekitarnya. Partisipasi masyarakat menandakan kepedulian terhadap pendidikan.
Konflik ini bagian dari cara komunikasi masyarakat. Adanya konflik berarti adanya hambatan komunikasi. Kita belajar bahwa butuhnya komunikasi pemerintah dan masyarakat yang efektif dan ramah adat.
Pembangunan fasilitas pendidikan, perlu dibicarakan secara terbuka dengan semua pihak, terutama masyarakat adat atau pemilik lahan. Ketika komunikasi terputus, ruang belajar bisa berubah menjadi ruang sengketa.
Di Buru Selatan, penyelesaian masalah seringkali tidak menunggu surat resmi, tetapi lahir dari musyawarah. Tokoh adat dilibatkan untuk menjadi jembatan antara kepentingan pribadi dan kepentingan publik.
Langkah kepala sekolah menghubungi dinas pendidikan, aparat, dan tokoh masyarakat menunjukkan pendidikan di Buru Selatan tidak bisa hanya mengandalkan aturan, tapi juga kepekaan sosial.
Permasalahan ini diselesaikan secara damai dan kekeluargaan. Palang dibuka, kegiatan belajar kembali berjalan. Peristiwa ini mengingatkan bahwa keberlangsungan pendidikan dibutuhkan komunikasi yang baik dan rasa memiliki bersama.
#pendidkanadalahhak
Discussion about this post