Lensa Maluku, – Ketua KPU Buru, Walid Aziz tegaskan, kalau Kapolres Buru, Sulastri Sukijang tidak membawa paksa kotak suara dari PPK Waelata ke kantor KPU Buru di Namlea.
Hal itu ditegaskan Ketua KPU Buru Walid Aziz menanggapi , informasi hoax yang beredar luas di masyarakat maupun di berbagai media sosial yang menuding Kapolres Buru, AKBP Sulastri Sukijang cawe-cawe, membawa kotak suara ke Namlea sebelum pleno di PPK Waelata selesai.
Kepada wartawan di ruang kerjanya, Ketua KPU , Walid Aziz mengatakan , kotak suara dibawa dari PPK Waelata ke Namlea , karena rekapitulasi penghitung suara di sana telah selesai.
Walid lebih lanjut mengatakan, pada Senin lalu (2/12/2024), sekitar pukul 20.00 Wit, ketua PPK Waelata mengabarinya kalau pleno sudah selesai.
Selanjutnya, Ketua PPK Waelata meminta agar KPU mengirim mobil untuk pergeseran logistik pilkada dari PPK Waelata ke KPU di Namlea, ibukota Kabupaten Buru.
“Dia (ketua PPK Waelata,red) sampaikan ke saya untuk siapkan mobil,”aku Walid.
Namun setelah mobil dikirim dari Namlea menuju Waelo, Kecamatan Waelata, situasi di sana sedang memanas, sehingga sopir menghentikan mobilnya di Unit 11 dan tidak berani lagi ke Waelo.
Walid kemudian menghubungi Ketua Bawaslu Kabupaten Buru, Fathi Haris Thalib guna berdiskusi soal situasi yang memanas di sekitar lokasi pleno PPK Waelata.
“Setelah itu kita hubungi ibu kapolres untuk melaksanakan pengamanan, karena masa sudah menghalangi jalan untuk pergeseran logistik ke Namlea,”jelas Walid.
Ketika situasi tidak kondusif, Walid yang meminta bantuan kepada Kapolres agar logistik pilkada diangkut dengan menggunakan kendaraan truk milik polisi yang saat itu berada paling dekat dengan lokasi pleno PPK.
“Setelah itu mobil yang KPU sediakan langsung disuruh balik pulang ke Namlea. Jadi kalau ada yang katakan ibu kapolres langsung dengan paksa mengangkut logistik, maka itu tidak benar,” tandas Walid.
Sementara itu, satu anggota DPRD Buru, Zainal Muhammad Ali yang menjadi saksi salah satu paslon di PPK Waelata dihubungi terpisah menceritakan, bahwa saat itu rekapitulasi perhitungan suara sudah selesai di semua TPS dan masuk pada pencocokan data untuk mengisi data pada C hasil.
Saat itu, terjadi polemik akibat ada komplain dari saksi nomor 4 (Amanah), bahwa jangan mengisi data dahulu di TPS 2 Desa Debowae, karena mereka ada ajukan keberatan melaporkan ke pihak yang berwenang (Bawaslu/Gakumdu).
Sedangkan saksi yang lain protes seraya meminta pleno harus terus berlanjut. Harus pengisian dan tetap datanya harus diisi, dan kalau nanti keberatan ke Bawaslu keputusannya seperti apa nanti diikuti saja.
“Sudah pengisian data, tinggal para saksi membubuhi tanda tangan,”bener Zainal.
Namun menjelang magrib, situasi di luar lokasi pleno PPK sudah tidak kondusif. Orang berteriak, ada teriakan meminta ketua PPK dan ketua Panwascam untuk keluar.
“Situasi semakin ramai di luar, kita saksi tetap di dalam tidak berani keluar . Kita terancam juga keselamatannya, sehingga mau keluar makan saja kita takut. Nanti tengah malam ada suplai makanan baru kita bisa makan,”cerita Zaenal.
“Situasi itu memang mencekam, bahkan ada yang lempar batu dan terserempet petugas dan itu membuat kita tambah panik,”tambahkan dia.
Saksi mengetahui, sekitar Jam 01.00 Wit rombongan Kapolres tiba di PPK Waelata. Setelah itu logistik pilkada baru dapat digeser dari PPK menuju Namlea dengan kendaraan milik polisi.
“Menurut saya kehadiran Kapolres dan rombongan bukan intervensi tapi langkah pengamanan . Selama pleno yang berlangsung beberapa hari di Waelata , ibu Kapolres selalu datang untuk memantau situasi keamanan,”akui Zaenal.
Lantas, apa yang terjadi di TPS 2 Desa Debowae ? , awak media mendapatkan kesaksian ekslusif dari Ketua TPS , Ibu Mahmuda.
Menurut Mahmuda, masalah ini sudah Klir saat pleno rekapitulasi PPK Waelata. Tapi ada yang terus memaksa kehendak untuk membuka kotak suara yang seharusnya tidak perlu dilakukan .
Kejadian itu berawal saat pemilihan di TPS 2 Desa Debowae tanggal 27 Nopember lalu, saat ada dua warga pasangan suami-istri pemegang KTP Namlea mencoblos di Desa Waelata menggunakan DPTB.
Akui Mahmuda, suami istri ini mencoblos di TPS 2 pada siang hari di enjuri time. Dan pada saat itu tidak ada satupun yg berkeberatan saat di sore hari ketika perhitungan suara di TPS telah selesai.
Namun kemudian terungkap kalau pasangan suami istri pemegang DPTB itu harusnya mencoblos di TPS 1. Tapi keduanya tidak ke TPS 1 dan mencoblos di TPS 2.
Setelah kejadian itu, PPS mendatangi kedua pasangan suami istri ini guna bertanya alasan mencoblos di TPS 2 dan diperoleh jawaban kalau mereka tidak tahu lokasi TPS 1.
“Beliau cuma tahu TPS hanya di Balai Desa dan jarak tempuh dari rumahnya ke balai desa juga lebih dekat. Gitu saja sih dan beliau datangnya juga sudah siang,”ungkap Mahmuda.(LM-03)
Discussion about this post