Lensa Maluku, – Negeri Hutumuri, Rabu 24 September 2025 pukul 10:00 WIT bertempat di Kawasan Hutan Lindung yang berada di Kota Ambon, Provinsi Maluku telah dilakukan kegiatan pelepasliaran ke habitat aslinya sebanyak sebanyak 9 (sembilan) ekor satwa dengan rincian 6 (enam) ekor Nuri Maluku (Eos bornea), dan 3 (tiga) ekor Nuri Bayan (Eclectus roratus).
Satwa ini adalah hasil penyelamatan dan pengamanan peredaran TSL petugas Polhut Balai KSDA Maluku di Pos Pelabuhan Yos Sudarso, dan Pelabuhan Ferry Masohi di wilayah kerja Seksi Konservasi Wilayah II Masohi. Selain itu ada terdapat juga satwa hasil tranlokasi dari Balai KSDA DKI Jakarta.
Sebelum satwa tersebut dilepasliarkan di habitat aslinya, terlebih dahulu dilakukan penanganan di Pusat Konservasi Satwa Kepulauan Maluku dengan menjalani proses karantina, rehabilitasi dan pemeriksaan kesehatan.
Pemeriksaaan kesehatan satwa meliputi kondisi fisik satwa (sehat fisik dan bebas penyakit) serta pemeriksaaan sifat dan karakter liar satwa, sehingga dari hasil pemeriksaan tersebut diketahui bahwa satwa-satwa yang akan dilepasliarkan tersebut berada dalam kondisi yang sehat, bebas dari penyakit dan cukup liar.
Kegiatan pelepasliaran satwa merupakan salah satu upaya konservasi yang dilakukan untuk mendukung Role Model Balai KSDA Maluku dalam upaya penanganan jaringan peredaran TSL illegal di Kepulauan Maluku. Pada kegiatan pelepasliaran ini, turut dihadiri dan dilibatkan beberapa perwakilan masyarakat sebagai bagian dari upaya edukasi peningkatan pengetahunan pengetahuan masyarakat akan pentingnya konservasi satwa liar.
Ditempat terpisah, Kepala Balai KSDA Maluku Bapak Danny H. Pattipeilohy, S.Pi., M.Si. mengapresiasi dan berterimakasih kepada seluruh staf dan undangan yang sudah bersedia terlibat dan membantu dalam kegiatan pelepasliaran satwa endemik Kepulauan Maluku ini, khususnya satwa endemik Pulau Buru, Pulau Ambon dan Kepulauan Lease seperti Nuri Maluku (Eos bornea) yang penyebaran dan habitat alaminya hanya dapat di temui di wilayah tersebut.
Proses rehabilitasi ini memerlukan waktu dan proses yang berbeda di setiap individu satwa agar satwa-satwa tersebut siap dan layak di lepasliarkan ke habitat aslinya. Besar harapan agar satwa-satwa yang dilepasliarkan ini dapat cepat beradaptasi dan berkembang biak di lingkungan barunya sehingga akan membawa dampak pada peningkatan populasi satwa yang ada di wilayah Kepulauan Maluku.
Sebagai informasi bahwa burung Nuri Maluku (Eos bornea) merupakan satwa asli Kepulauan Maluku dan memliki 2 (dua) sub spesies yaitu jenis yang terdapat di Pulau Buru serta Pulau Ambon dan Kepulauan Lease (Haruku, Saparua, Seram, Watubela, Tayandu dan Kei). Sedangkan Nuri Bayan (Eclectus roratus) merupakan satwa khas Walacea dan memiliki 9 (Sembilan) sub spesies dan 4 (empat) diantaranya ada di Kepulauan Maluku (Maluku Tengah, Maluku Utara, Tanimbar dan Kei). Tentunya kedua satwa ini statusnya dilindungi undang-undang.
Dipilihnya kawasan Hutan Lindung Negeri Hutumuri yang berada di Kota Ambon, Provinsi Maluku sebagai lokasi pelepasliaran satwa dikarenakan wilayah tersebut merupakan salah satu habitat asli dari satwa-satwa yang akan dilepasliarkan.
Selain itu kondisi kawasan masih cukup asri dan rimbun juga terjaga dengan komposisi pohon dan jumlah pakan yang melimpah sangat cocok untuk dijadikan lokasi pelepasliaran satwa. Diharapkan dengan dilakukan pelepasliaran satwa endemik Kepulauan Maluku di wilayah ini akan menjadi contoh kepada masyarakat untuk turut serta menjaga sumber daya alam (SDA) khususnya satwa endemik agar tidak punah di habitat aslinya. (LM-05)
Discussion about this post