Lensa Maluku, – Dalam dunia usaha, apalagi yang bersentuhan langsung dengan masyarakat lokal seperti sektor perkebunan, tidak ada langkah mudah. Setiap aktivitas pasti membawa konsekuensi sosial, terlebih jika menyangkut soal lahan.
Maka, ketika PT SAFI — perusahaan yang tengah beroperasi di Desa Bara, Kecamatan Air Buaya, Kabupaten Buru — dituding melakukan penyerobotan lahan, publik harus jernih melihat: apakah ini soal fakta hukum, atau persepsi sosial yang belum terjawab sepenuhnya?
Melalui keterangan resminya, PT SAFI dengan tegas membantah tuduhan tersebut. Mereka menyatakan bahwa seluruh kegiatan telah dijalankan berdasarkan izin resmi dari instansi berwenang dan hanya dilakukan di atas lahan yang memiliki persetujuan dari pemilik sah. Pernyataan ini bukan sekadar pembelaan, melainkan bentuk tanggung jawab untuk meluruskan informasi yang berkembang di masyarakat.
Lebih dari itu, PT SAFI tidak bersikap defensif semata. Perusahaan telah mengambil langkah konkret: melakukan pendataan dan penilaian terhadap tanaman milik warga terdampak, secara terbuka dan melibatkan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) independen. Proses ini disaksikan oleh pemerintah desa dan warga yang bersangkutan — sebuah bentuk praktik tata kelola yang patut diapresiasi.
Empat dari sepuluh warga telah menerima kompensasi sesuai hasil penilaian dan kesepakatan bersama. Sisa prosesnya sedang berjalan, dan PT SAFI menyatakan komitmennya untuk menyelesaikan kewajiban tersebut secara bertahap dan adil. Perusahaan juga aktif membuka ruang dialog dengan masyarakat dan mendukung penuh mediasi terbuka — sikap yang jarang kita temui dalam banyak kasus serupa di daerah lain.
Di tengah era ketika tidak sedikit perusahaan abai terhadap dampak sosial dan hanya fokus pada profit, pendekatan PT SAFI adalah angin segar. Mereka tidak hanya mematuhi hukum, tetapi juga berusaha hadir sebagai mitra pembangunan daerah — menjalin komunikasi dengan tokoh masyarakat, pemerintah lokal, serta warga terdampak.
Tentu saja, dinamika seperti ini tidak akan pernah steril dari gesekan. Tetapi penting untuk diingat: tidak semua sengketa lahan berakar pada kesalahan perusahaan. Kerap kali, konflik muncul dari ketidakjelasan status tanah, tumpang tindih klaim adat dan hukum formal, atau bahkan provokasi pihak ketiga yang berkepentingan.
Itulah sebabnya, kita perlu adil menilai. PT SAFI telah menunjukkan komitmen tidak hanya pada kepatuhan hukum, tetapi juga pada prinsip transparansi dan keadilan sosial. Langkah-langkah yang mereka tempuh patut didukung — bukan hanya demi kelancaran investasi, tetapi demi terciptanya harmoni sosial yang sehat.
Investasi seperti ini bukan musuh masyarakat — justru bisa menjadi katalisator pembangunan ekonomi lokal, asalkan dikelola dengan inklusif dan bertanggung jawab. Dan sejauh ini, PT SAFI telah menunjukkan arah yang benar.(LM-04)
Discussion about this post