Lensa Maluku,-Isu miring di Masyarakat menghantui salah satu calon Wakil Bupati Buru Selatan (Bursel), Zainudin Boy di Pilkada Bursel 2020.
Isu tidak sedap itu terkait dugaan kehancuran Kapal Motor Penumpang (KMP) Tanjung Kabat di masa kepemimpinan Zainudin Boy selama menjabat Direktur Utama (Dirut) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Bipolo Gidin.
Bukan hanya itu, dugaan melebar hingga kini kurang lebih 9 bulan pegawai dan sekitar 20 anak buah kapal (ABK) KMP Tanjung milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bursel juga belum diberikan gaji termasuk tidak membayar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), bahkan dua tahun terakhir tidak dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Parahnya lagi dengan kondisi keuangan perusahan yang diduga merugi selama dipegang Zainudin Boy, memiliki hutang disana-sini dan tidak sanggup membayar cicilan lantaran KMP tersebut kini kondisi terbengkalai begitu saja dengan kondisi rusak parah.
Padahal kapal tersebut merupakan bantuan pemerintah pusat atas perjuangan Bupati Bursel, Tagop Sudarsono Soulisa untuk membantu masyarakat di pulau-pulau kecil di Bursel sehingga masyarakat merasa tergantikan.
Sayangnya sejak Kapal jenis Ferry tersebut dipegang oleh wakil pasangan calon Bupati, Hadji Ali dengan jargon “AJAIB” ini diduga tidak sedikitpun perusahaan mendapat keuntungan, malah sebaliknya merugi dan berantakan begitu saja tanpa terurus. Sementara, semua biaya operasional kapal telah disubsidi oleh pemerintah, namun entah kenapa kini kondisinya hanya tinggal nama.
Menurut Mantan Direktur Keuangan PT Bipolo Gidin, Fildhat Bahweres yang dikonfirmasi Berita Kota Ambon, belum lama ini mengatakan, kapal tersebut sebelumnya milik Dirjen Perhubungan Laut, karena Pemkab Bursel saat itu belum memiliki BUMD.
“Tahun 2011, Bupati cari orang untuk membentuk BUMD untuk pegang kapal itu dan saat itu saya dipercayakan sebagai Direktur Keuangan,” ungkapnya.
Untuk mengelola perusahan tersebut, Bupati menunjukan empat Direktur, termasuk Edison Ukunala dengan jabatan Dirut, Direktur operasional, Abraham Lesnussa dan almarhum, Dade Suwakil sebagai Direktur SDM/Administrasi.
Sejak perusahan dikelola dan dibawa kepemimpinan, Edison Ukunala mendapat
penyertaan modal dari Pemkab Bursel sebesar kurang lebih Rp 800 juta, sebagai modal awal operasional perusahan.
“Sejak 2011 hingga 2015 perusahan berjalan sehat dengan kondisi keuangan laba sesuai akuntan publik, bahkan pernah memberikan PAD buat Pemda Bursel sebesar Rp 50 juta, padahal Pemda belum mengharapkannya tapi yang diharapkan gimana bisa melayani masyarakatnya,”ujarnya.
Kapal tersebut akui, Fildat berjalan rutin setiap hari dan tidak disubsidi dari Pemda Bursel sejak awal hingga tahun 2016, tapi semuanya disubsidi dari pemerintah pusat sehingga jika dikatakan perusahan merugi tidak mungkin, seperti kondisi perusahaan saat ini dipegang Zainudin Boy, aneh kalau dia bilang rugi.
Perusahan mulai merugi setelah dipegang oleh Zainudin Boy pada 2 Februari tahun 2016, dimana saat itu Dirut sebelumnya, Edison Ukunala mengajukan pengunduran diri lantaran ingin mencalonkan sebagai anggota legislatif sehingga secara aturan harus mundur dari jabatan Dirut.
“Pak Edi ini maju caleg, syaratnya BUMD harus mundur, namun tidak lolos tapi tidak bisa kembali jabat Dirut, meskipun manajemen bagus, tapi Bupati tidak bisa pertahankan jabatannya, dengan memberikan jabatan baru sebagai salah satu Direktur,”ucapnya.
Sejak perusahan dipegang Zainudin Boy, memiliki sejumlah inovasi, dengan berbagai kebijakan yang dibuat, sayangnya langkah itu malah membuat perusahan mulai merugi dan terus merugi sampai saat hingga defisit kurang lebih Rp 4 miliar.
Padahal sejak ditinggalkan Dirut lama, saldo perusahan saat itu sebesar Rp 2 miliar lebih. Lantaran kondisi perusahan sudah tidak sehat, terhitung tanggal 7 September 2017, dirinya mengajukan permohonan pengunduran diri dengan alasan perusahaan ingin mengajukan kredit Bank BNI sebesar Rp 1,5 miliar tanpa sepengetahuan Bupati sebagai pemegang saham utama PT Bipolo Gidin.
“Saat itu Beta, di Namrole, dong(Zainudin Boy) mau kredit yang di BNI dan sudah disetujui, minta saya teken, tapi saya tidak berani kalau belum ijin Bupati, karena pinjaman sebesar itu harus ada surat mengetahui dari Bupati, karena pemilik saham, dengan dalil Zainudin Boy katanya sudah bicara namun tanpa ada surat resmi, saya tidak berani teken mendingan undur diri saja daripada dapat masalah,” jelasnya.
Kendati, sudah disampaikan sabar sampai menunggu Bupati pulang dari ibadah haji kurang seminggu, Zainudin Boy dengan segala kekuasaannya tetap berambisi ingin mengambil kredit di bank tanpa izin dari Bupati.
“Loh ?, Aba kalau tidak mau teken, sama dengan Aba menghadap kita punya program,” kata Zainudin dengan nada sedikit mengancam yang ditiru Fildhat.
Fildhat menjelaskan, kerugian perusahan selama dipegang, Zainudin Boy hampir setiap tahun merugi, bahkan Saldo Kas perusahaan sebesar Rp 2 miliar lebih pun turut habis entah program-program apa saja yang dibuat selama memimpin perusahan tersebut hingga saat ini.
Bahkan informasi terakhir, perusahan terlilit hutang yang sangat banyak, bahkan tidak membayar gaji ABK dan staf kantor lainnya.
Yang jadi pertanyaan dimana uang- uang perusahan yang dikelolanya, sehingga hal ini harus menjadi perhatian pihak penegak hukum untuk melakukan penyelidikan atas ketidak sehatnya perusahaan tersebut.
“Ini kan Aset negara yang harus dipertanggung jawabkan secara hukum dan kini tiba-tiba calon sebagai Wakil Bupati, mau bawa kemana Bursel nanti, kalau urus perusahan aja sudah kaya gini,” tegasnya.
Bahkan dalam pernyataan Zainudin Boy, rela mengorbankan rumahnya sebagai kantor dan tidak memberikan apa-apa, kata Fildhat semuanya itu tidak benar, karena sebagai penanggung jawab keuangan perusahan dirinya setiap tahun membayar Rp 20 juta untuk biaya sewa rumah kepada Zainudin Boy dan itu dibuktikan dengan kwitansi.
Padahal rumah tersebut juga belum maksimal digunakan untuk perkantoran lantaran masih ditempati keluarga Zainudin Boy dengan alasan sebagai penjaga rumah. (***
)
Discussion about this post